Pages

Rabu, 30 Mei 2012

RANGKUMAN BUKU ANTROPOLOGI INDONESIA


FAKULTAS EKONOMI UNLAM (S1-AKUNTANSI/GENAP)
KELOMPOK 9 :     1. Meta Yulistira (C1C111238)
                                    2. Rini Nurul Chotimah (C1C111028)
                                    3. Rulita Tarabunga S. (C1C111032)
                                    4. Adhisti Elsa S. (C1C111218)
                                    5. Veronica Mawarni (C1C111094)
                                    6. Azmil Umrah (C1C111074)
                                    7. Rizki Agustina (C1C111090)


Jeprut : Perlawanan Terhadap Hegemoni Kekuasaan
(Oleh Ipit Dimyati, dari STSIB)

                                                            Abstract
Jeprut is a well-known art performance in Bandung. Is is form as it unusual because Jeprut does not follow the usual norms in art performance. Therefore, sometimes its existence is not recognized as an art, but rather as a compensation for people who are not competent enough to deliver an art performance. Jeprut artist are actually conducting an indirect resistance towards the New Order’s authority.
A study about Jeprut is confirming that an art’s definition can not be determined by only its internal aspects but also by its external ones. It means that something can not be defined as art just by its own existance but also by some power.

Dua Sisi Kebudayaan
            Tulisan ini melihat  Jeprut, sejenis seni pertunjukkan, yang sedang tumbuh di Bandung, sebagai perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan dari sudut pandang kebudayaan. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami sebagai hal yang memiliki dua sisi, yakni sisi yang mapan dan sisi yang  memberi peluang bagi perubahan. Sisi yang mapan merupakan kebudayaan dominan, berisi norma atau aturan yang menjadi pedoman untuk bertingkah laku anggota suatu masyarakat, sedangkan sisi yang lainnya merupakan potensi yang mendesak keluar untuk menjadi aktual.

            Kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan yang dimiliki bersama oleh kelompok atau masyarakat tertentu (Geertz 1974 ; Keesing 1993). Sepeti halnya kedipan mata (contoh yang diberikan Geertz), ia akan menjadi kebudayaan bila mengandung gagasan atau makna yang dipahami bersama. Seymour-Smith (1990;82) mengatakan dalam antropologi dominasi dalam perilakau manusia ditafsirkan dengan dua cara yang pertama dipengaruhi oleh etnologi dan sosiobiologi, disebut model orientasi biologis, jadi dominasi dilihat sebagai ekspresi dan regulasi dari agresi. Pandangan kedua merupakan analisis yang berorientasi secara sosial dan budaya.
            Dalam konsep Gramsci (Simon 2000:21) kondisi serupa itu disebut sebagai hegemoni, yakni menguasai dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensual. Menurut Gramsci, supaya yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya mesti merasa memiliki dan membatinkan nilai serta norma penguasa, lebih dari itu mereka mesti memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Secara berlawanan mendudukkan hegemoni sebagai suatu bentuk supremasi satu atau beberpa kelompok atas yang lainnya yang dinamakan dominasi, yakni kekuasaan yang dipertahankan melalui kekuatan fisik.
            Seni sebagai bagian kebudayaan yang bersifat simbolik, yakni aturan-aturan penciptaan tertulis atau tidak tertulis, dengan inovai, yakni upaya-upaya untuk mengatasi aturan-aturan.
            Jeprut merupakan bentuk ekspresi berkesenian beberpa seniman Bandung yang hadir ketika kekuasaan Orba yang begitu kuat yang merefresi penduduk Indonesia. Semula kehadrannya seperti dalam teater kemudian berkembang menjadi perlawanan dalam menghadapi kekuasaan yang demikian kuat dan represif.
            Secara etimologis, Jeprut berarti putus bisa juga gila. Momentum Jeprut sebagai fenomena berawal dari peristiwa “perebutan” kembali gedung YPK oleh para seniman.
            Jeprut lahir pada akhir tahun 70-an dan awal tahun 80-an. Dalam pandangan Suyatna seorang aktor bisa tampil secara baik dalam pertunjukan teater, maka ia harus mengolah terlebih dahulu perangkat akting yang utama yakni tubuh dan sukmanya.
            Latar belakang itulah, yang kemudian melahirkan istilah Jeprut.Pada umumnya, para penduduk Jeprut adalah kawula muda yang masih berstatus mahasiswa, dalam jeprut terdapat semangat untuk memberontak dan melawan dari kekangan norma atau konvensi, yang memiliki kesejajaran dengan gejolak jiwa muda yang senantiasa ingin menjajah pengalaman yang relatif baru. 


Tabel 1
‘Latar belakang seni dan pekerjaan jepruter’

No
Nama
Latar belakang seni
Pekerjaan
1
Aendra Medita
Fotografi & teater
Seniman & wartawan
2
Anggiat Tornado
Teater & arsitektur
Seniman & dosen
3
Arahmaiani
Seni rupa
Seniman & penulis
4
Bambang Subarnas
Seni rupa
Seniman & guru
5
Christiawan
Teater & seni rupa
Seniman & dosen
6
Deden Sambas
Seni rupa
Seniman & guru
7
Dedi Koral
Sastra & teater
Seniman
8
Hermana
Teater
Seniman & mahasiswa
9
Herry Dim
Seni rupa & teater
Seniman & wartawan
10
Iman Soleh
Teater
Seniman & dosen
11
Isa Perkasa
Seni rupa
Seniman & dosen
12
Marintan
Seni rupa
Seniman
13
Mimi Kahlo
Seni rupa
Seniman & mahasiswa
14
Nandang Gawe
Seni rupa
Seniman & mahasiswa
15
Rahmat Jabaril
Seni rupa
Seniman
16
Tisna Sanjaya
Seni rupa
Seniman & dosen
17
Tony Broer
Teater
Seniman & mahasiswa
18
Wawan S. Husin
Sastra
Seniman & dosen
19
Yoyo Yogasma
Seni rupa
Seniman
20
Yusef Muldiana
Teater
Seniman & penulis

Hingga kini tidak ada seniman yang langsung dikenal sebagai jepruter dengan tak memiliki latar belakang berkesenian tertentu.
Jumlah seniman yang termasuk jepruter sulit dipastikan karena; pertama, walaupun orang yang melakukannya mayoritas berlatarbelakang seni rupa dan teater, tapi jeprut bukan sebuah gerakan milik cabang seni tertentu. Alasan kedua, ketika orang orang melakukan jeprut, ia tidak secara otomatis melepaskan predikatnya sebagai sastrawan dan teatrawan.
Dapat pula dibuat suatu daftar nama orang yang bisa diperkirakan sebagai jepruter beserta seni tempat awal keberangkatannya. Mereka adalah para seniman dari berbagai jenis cabang seni, yang sering melakukan aktivitas aktivitas, walaupun mereka tidak mamakai nama jeprut (seperti hal pada tabel 1). Nama nama yang disusun dalam daftar itu hanya para seniman yang memang secara kuantitatif banyak menghasilkan karya jeprut dibandingkan seniman lainnya.

Saat Pagelaran
Kapan atau dalam kesempatan apa saja jeprut ditampilkan? Kapan saja. Artinya, tidak ada waktu khusus untuk menampilkan jeprut. Bila ia sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya di suatu tempat, tiba-tiba ada dorongan untuk ngajeprut. Maka pada saat itu juga dia melakkukannya. Ada dua dasar yang sering dimanfaatkan oleh seniman jeprut untuk tampil:
1)      Pada saat-saat tertentu, atas undangan penanggap,baik individu maupun kelompok. Pertunjukan menurut undangan pun memiliki variasinya.
2)      Untuk pertunjukan yang digagas oleh keinginan sendiri, bisa tampil kapan dan dimana saja: jeprut bisa hadir sebagai ‘tamu yang tak diundang’ yang sedang ‘mencuri adegan dalam sebuah peristiwa budaya’.

Kostum dan Penampilan
            Kostum yang sering digunakan oleh para jepruter pun banyak ragamnya. Dalam penggunaan warna, banyak didominasi oleh warna hitam dan putih. Dalam beberpa kasus pakaian atau kostum yang digunakan saat pertunjukan sering dilepaskan semuanya, telanjang bulat. Secara umum kostum yang digunakan sebagai berikut:
1). Bila bertelanjang dada kadang hanya menggunakan celana dalam.
2). Ada juga yang berkostum penuh, artinya menggunakan kostum lengkap.
3). Menggunakan kostum dengan pakaian keseharian yang sedang digunakan pada saat itu.
      Penggunaan pakaian keseharian ini lebih sering terjadi, terutama bila pertunjukan diselenggarakan di ruangan khusus, atau dilakaukan secara spontan.  

Jeprut sering menyamar hadir di ruang publik seperti pasar, jalan raya atau alun-alun dan tampil biasanya hanya seorang yaitu hanya senimannya sendiri. Selanjutnya, bila Jeprut ditampilkan dalam sebuah ruangan, baik yang terbuka maupun tertutup, kerap kali ada pengaturan benda-benda sebelum pertunjukan dimulai.

Struktur Pertunjukan Jeprut
1). Pembukaan
2). Pengantar
3). Inti pertunjukkan
4). Penutup

Tabel 2
Perbandingan antara Jeprut di ruang publik dan ruang khusus
Jeprut di ruang Publik                                          Jeprut di ruang privat
     -         Spontan                                                - direncanakan terlebih dahulu
     -        Seringkali tanpa konsep                          - memiliki konsep
     -         Tampil berdasarkan keinginan                 - tampil berdasarkan undangan
     sendiri                                                   - Berjudul
     -         Tanpa judul                                            - Struktur lebih teratur
     -         Struktur tidak jelas                                  - tema atau gagasan jelas
     -         Tema dan gagasan yang disam                - penonton homogen
     paikan tidak jelas                                    - banyak dilakukan orang yang berl
     -         Penonton heterogen                                  atar belakang seni rupa
     -         Banyak dilakukan oleh orang-orang 
     teater


Posisi jeprut dalam kebudayaan dominan
Sebagai hal yang berada digaris liminal,jeprut tidak termasuk kedalam wilayah kebudayaan yang dominan .
Kebudayaan dominan adalah kebudayaan yang terwujud akibat nilai atau norma yang menjadi pedoman bertingkah laku . kebudayaan dominan seperti apa yang menjadi sasaran jeprut ? Yakni kebudayaan dominan seperti yang terbentuk akibat kebijakan-kebijakan orang yag berkuasa dalam masa orde baru .
Pada masa orde baru jeprut lebih banyak hadir diruang-ruang terbuka atau publik,seperti pasar,pusat-pusat keramaian,jalan atau alun-alun . Jeprut serupa itu seolah-olah ingin mengiteruksi keseharian yang sedang berjalan .
Jadi , dalam jeprut orang bisa melihat kemungkinan lain dari kehidupan seperti yang digariskan oleh kebudayaan dominan . Interuksi merupakan salah satu strategi agar orang-orang bisa menyadari hal tersebut .
Peristiwa jeprut dianggap aneh ,’gila’ atau ‘obnormal’ karena ia mengasingkan hal-hal yang telah biasa . Sebagai kebudayaan dominan , Orde baru selalu mengharapkan suatu keharmonisan atau keteraturan didalam kehidupan .
Pada masa Orde baru peristiwa pembredelan terhadap karya seni sering terjadi, terutama terhadap karya-karya yang secara frontal menentang kekuasaan .
Kehadiran jeprut tampaknya bisa pula dilihat dari sisi itu . Artinya,karena begitu kuatnya penyensoran yang dilakukan oleh kekuasaan , para seniman Bandung , berusaha mencari bentuk pengucapan yang relatif berbeda dari sebelumnya , agar bisa lepas dari pembredelan .
Arah perlawanan jeprut
Perlawanan Eksternal
Jeprut memiliki dua arah perlawanan , yaitu perlawanan bersifat eksternal dan internal . Istilah eksternal yang dimaksudkan disini adalah kondisi sosial-politik yang berada diluar kehidupan kesenian secara langsung .
Seiring dengan perkembangan politik Orde baru , setidaknya ada 3 tahap yang menunjukkan ciri yang relatif berbeda pada setiap tahap dalam mengekspresikan perlawanan terhadap kondisi eksternal tersebut . Tahap pertama merupakan tahap awal pembetukan yakni saat jenis pertunjukan ini belum diberi istilah jeprut , Tahap kedua adalah tahap setelah diberi istilah jeprut , dan tahap ketiga adalah saat istilah itu disandingkan dengan performance art .
Perlawanan internal
Perlawanan internal adalah perlawanan terhadap kehidupan kesenian itu sendiri . Ada 3 titik yang menjadi sasaran para seniman jeprut dalam masalah internal ini , yaitu masalah pendefinisian seni yang dianggap sewenang-wenang , masalah komersialisasi seni , dan yang terakhir masalah pendidikan seni .
Apakah jeprut itu seni atau bukan ? pertanyaan itu selalu terlontar dalam perbincangan yang tidak formal , tapi nyaris tidak pernah muncul dalam pertemuan yang resmi . Orang-oramg yang tidak menyukainya cenderung untuk tidak menghadiri pertunjukkan atau pertemuan jeprut .
Para penggerak jeprut umumnya tidak percaya terhadap pendefinisian yang formal,sebab mereka tidak yakin bahwa pendefinisian itu ditarik secara obyektif. Jadi,dalam pandangan para jepruter , sesuatu dianggap ‘seni’ atau ‘bukan seni’ tergantung kepada siapa yang mengatakan , dan sedang dalam posisi apa ketika ia mengatakan hal itu .
Penutup : tiga otoritas pendefinisi seni
Kehadiran jeprut sebagai gerakan perlawanan menimbulkan persoalan yang cukup urgen untuk direnungkan , yakni bahwa pendefinisian secara intrinsik , seperti apa itu karya seni , tidak bisa lepas dari persoalan ekstrinsik , atau kepentingan orang yang sedang  membuat definisi  .
Seni secara instrinsik mungkin bisa didefinisikan secara beragam , tergantung siapa yang mendefinisikannya . Namun bila dilihat secara ekstrinsik , tampak terlihat bahwa ada 3 pihak yang dianggap memiliki otoritas yang bisa menjadikan sesuatu menjadi karya seni dan yang lainnya bukan seni .


Referensi
Ades, D.1983 ‘Dada and Surrealism ‘ , dalam N. Stangos  ( peny ) Concepts of Modern Art.           London: Thames and Hudson. Hlm. 110-137
Carlson, M.1996 Performance: Critical Introduction. London: Routledge.
Dillistone, F.W.2002 The Power of Symbols (Daya Kekuatan Simbol) (Ter.j.A. Widyamartaya). Yogyakarta: Kanisius



KOMENTAR KELOMPOK :
            Dari artikel di atas, kami menyimpulkan bahwa kesenian Jeprut adalah suatu yang menggambarkan tentang semangat para seniman bandung yang menyuarakan suara rakyat karena perlakuan tidak adil dari pemerintah terhadap rakyat dan para seniman sehingga muncullah hegemoni kekuasaan. Jeprut menggambarkan tentang perilaku seniman yang dianggap gila dan tidak wajar dengan menggunakan baik kostum maupun artribrut aneh lainnya. 

0 komentar:

Posting Komentar