FAKULTAS
EKONOMI UNLAM (S1-AKUNTANSI/GENAP)
KELOMPOK
9 : 1. Meta Yulistira (C1C111238)
2. Rini Nurul Chotimah (C1C111028)
3. Rulita Tarabunga S. (C1C111032)
4. Adhisti Elsa S. (C1C111218)
5. Veronica Mawarni (C1C111094)
6. Azmil Umrah (C1C111074)
7. Rizki
Agustina (C1C111090)
Jeprut
: Perlawanan Terhadap Hegemoni Kekuasaan
(Oleh
Ipit Dimyati, dari STSIB)
Abstract
Jeprut
is a well-known art performance in Bandung. Is is form as it unusual because
Jeprut does not follow the usual norms in art performance. Therefore, sometimes
its existence is not recognized as an art, but rather as a compensation for
people who are not competent enough to deliver an art performance. Jeprut
artist are actually conducting an indirect resistance towards the New Order’s
authority.
A
study about Jeprut is confirming that an art’s definition can not be determined
by only its internal aspects but also by its external ones. It means that
something can not be defined as art just by its own existance but also by some
power.
Dua
Sisi Kebudayaan
Tulisan ini melihat Jeprut, sejenis seni pertunjukkan,
yang sedang tumbuh di Bandung, sebagai perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan
dari sudut pandang kebudayaan. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami sebagai
hal yang memiliki dua sisi, yakni sisi yang mapan dan sisi yang memberi peluang bagi perubahan. Sisi yang
mapan merupakan kebudayaan dominan, berisi norma atau aturan yang menjadi
pedoman untuk bertingkah laku anggota suatu masyarakat, sedangkan sisi yang
lainnya merupakan potensi yang mendesak keluar untuk menjadi aktual.
Kebudayaan merupakan suatu sistem
gagasan yang dimiliki bersama oleh kelompok atau masyarakat tertentu (Geertz
1974 ; Keesing 1993). Sepeti halnya kedipan mata (contoh yang diberikan
Geertz), ia akan menjadi kebudayaan bila mengandung gagasan atau makna yang
dipahami bersama. Seymour-Smith (1990;82) mengatakan dalam antropologi dominasi
dalam perilakau manusia ditafsirkan dengan dua cara yang pertama dipengaruhi
oleh etnologi dan sosiobiologi, disebut model orientasi biologis, jadi dominasi
dilihat sebagai ekspresi dan regulasi dari agresi. Pandangan kedua merupakan
analisis yang berorientasi secara sosial dan budaya.
Dalam konsep Gramsci (Simon 2000:21)
kondisi serupa itu disebut sebagai hegemoni, yakni menguasai dengan
kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensual. Menurut Gramsci, supaya
yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya mesti merasa
memiliki dan membatinkan nilai serta norma penguasa, lebih dari itu mereka
mesti memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Secara berlawanan
mendudukkan hegemoni sebagai suatu bentuk supremasi satu atau beberpa kelompok
atas yang lainnya yang dinamakan dominasi, yakni kekuasaan yang dipertahankan
melalui kekuatan fisik.
Seni sebagai bagian kebudayaan yang
bersifat simbolik, yakni aturan-aturan penciptaan tertulis atau tidak tertulis,
dengan inovai, yakni upaya-upaya untuk mengatasi aturan-aturan.
Jeprut
merupakan bentuk ekspresi berkesenian beberpa seniman Bandung yang hadir ketika
kekuasaan Orba yang begitu kuat yang merefresi penduduk Indonesia. Semula
kehadrannya seperti dalam teater kemudian berkembang menjadi perlawanan dalam
menghadapi kekuasaan yang demikian kuat dan represif.
Secara etimologis, Jeprut berarti
putus bisa juga gila. Momentum Jeprut sebagai fenomena berawal dari peristiwa
“perebutan” kembali gedung YPK oleh para seniman.
Jeprut lahir pada akhir tahun 70-an
dan awal tahun 80-an. Dalam pandangan Suyatna seorang aktor bisa tampil secara
baik dalam pertunjukan teater, maka ia harus mengolah terlebih dahulu perangkat
akting yang utama yakni tubuh dan sukmanya.
Latar belakang itulah, yang kemudian
melahirkan istilah Jeprut.Pada umumnya, para penduduk Jeprut adalah kawula muda
yang masih berstatus mahasiswa, dalam jeprut terdapat semangat untuk
memberontak dan melawan dari kekangan norma atau konvensi, yang memiliki
kesejajaran dengan gejolak jiwa muda yang senantiasa ingin menjajah pengalaman
yang relatif baru.
Tabel
1
‘Latar
belakang seni dan pekerjaan jepruter’
No
|
Nama
|
Latar belakang seni
|
Pekerjaan
|
1
|
Aendra Medita
|
Fotografi & teater
|
Seniman & wartawan
|
2
|
Anggiat Tornado
|
Teater & arsitektur
|
Seniman & dosen
|
3
|
Arahmaiani
|
Seni rupa
|
Seniman & penulis
|
4
|
Bambang Subarnas
|
Seni rupa
|
Seniman & guru
|
5
|
Christiawan
|
Teater & seni rupa
|
Seniman & dosen
|
6
|
Deden Sambas
|
Seni rupa
|
Seniman & guru
|
7
|
Dedi Koral
|
Sastra & teater
|
Seniman
|
8
|
Hermana
|
Teater
|
Seniman & mahasiswa
|
9
|
Herry Dim
|
Seni rupa & teater
|
Seniman & wartawan
|
10
|
Iman Soleh
|
Teater
|
Seniman & dosen
|
11
|
Isa Perkasa
|
Seni rupa
|
Seniman & dosen
|
12
|
Marintan
|
Seni rupa
|
Seniman
|
13
|
Mimi Kahlo
|
Seni rupa
|
Seniman & mahasiswa
|
14
|
Nandang Gawe
|
Seni rupa
|
Seniman & mahasiswa
|
15
|
Rahmat Jabaril
|
Seni rupa
|
Seniman
|
16
|
Tisna Sanjaya
|
Seni rupa
|
Seniman & dosen
|
17
|
Tony Broer
|
Teater
|
Seniman & mahasiswa
|
18
|
Wawan S. Husin
|
Sastra
|
Seniman & dosen
|
19
|
Yoyo Yogasma
|
Seni rupa
|
Seniman
|
20
|
Yusef Muldiana
|
Teater
|
Seniman & penulis
|
Hingga
kini tidak ada seniman yang langsung dikenal sebagai jepruter dengan tak
memiliki latar belakang berkesenian tertentu.
Jumlah
seniman yang termasuk jepruter sulit dipastikan karena; pertama, walaupun orang
yang melakukannya mayoritas berlatarbelakang seni rupa dan teater, tapi jeprut
bukan sebuah gerakan milik cabang seni tertentu. Alasan kedua, ketika orang
orang melakukan jeprut, ia tidak secara otomatis melepaskan predikatnya sebagai
sastrawan dan teatrawan.
Dapat
pula dibuat suatu daftar nama orang yang bisa diperkirakan sebagai jepruter beserta
seni tempat awal keberangkatannya. Mereka adalah para seniman dari berbagai
jenis cabang seni, yang sering melakukan aktivitas aktivitas, walaupun mereka
tidak mamakai nama jeprut (seperti hal pada tabel 1). Nama nama yang
disusun dalam daftar itu hanya para seniman yang memang secara kuantitatif
banyak menghasilkan karya jeprut dibandingkan seniman lainnya.
Saat
Pagelaran
Kapan atau dalam
kesempatan apa saja jeprut ditampilkan? Kapan saja. Artinya, tidak ada waktu
khusus untuk menampilkan jeprut. Bila ia sedang berbincang-bincang dengan
teman-temannya di suatu tempat, tiba-tiba ada dorongan untuk ngajeprut. Maka
pada saat itu juga dia melakkukannya. Ada dua dasar yang sering dimanfaatkan
oleh seniman jeprut untuk tampil:
1)
Pada saat-saat
tertentu, atas undangan penanggap,baik individu maupun kelompok. Pertunjukan
menurut undangan pun memiliki variasinya.
2)
Untuk pertunjukan yang
digagas oleh keinginan sendiri, bisa tampil kapan dan dimana saja: jeprut bisa
hadir sebagai ‘tamu yang tak diundang’ yang sedang ‘mencuri adegan dalam sebuah
peristiwa budaya’.
Kostum
dan Penampilan
Kostum
yang sering digunakan oleh para jepruter pun banyak ragamnya. Dalam penggunaan
warna, banyak didominasi oleh warna hitam dan putih. Dalam beberpa kasus
pakaian atau kostum yang digunakan saat pertunjukan sering dilepaskan semuanya,
telanjang bulat. Secara umum kostum yang digunakan sebagai berikut:
1). Bila
bertelanjang dada kadang hanya menggunakan celana dalam.
2). Ada juga
yang berkostum penuh, artinya menggunakan kostum lengkap.
3). Menggunakan kostum dengan pakaian keseharian
yang sedang digunakan pada saat itu.
Penggunaan
pakaian keseharian ini lebih sering terjadi, terutama bila pertunjukan
diselenggarakan di ruangan khusus, atau dilakaukan secara spontan.
Jeprut
sering menyamar hadir di ruang publik seperti pasar, jalan raya atau alun-alun
dan tampil biasanya hanya seorang yaitu hanya senimannya sendiri. Selanjutnya,
bila Jeprut ditampilkan dalam sebuah ruangan, baik yang terbuka maupun
tertutup, kerap kali ada pengaturan benda-benda sebelum pertunjukan dimulai.
Struktur
Pertunjukan Jeprut
1). Pembukaan
2). Pengantar
3). Inti
pertunjukkan
4). Penutup
Tabel
2
Perbandingan
antara Jeprut di ruang publik dan ruang khusus
Jeprut di ruang Publik Jeprut
di ruang privat
-
Spontan -
direncanakan terlebih dahulu
- Seringkali tanpa konsep - memiliki konsep
-
Tampil berdasarkan
keinginan - tampil
berdasarkan undangan
sendiri -
Berjudul
-
Tanpa judul - Struktur lebih teratur
-
Struktur tidak jelas - tema atau
gagasan jelas
-
Tema dan gagasan yang
disam - penonton homogen
paikan
tidak jelas -
banyak dilakukan orang yang berl
-
Penonton heterogen atar belakang seni rupa
-
Banyak dilakukan oleh
orang-orang
teater
Posisi
jeprut dalam kebudayaan dominan
Sebagai
hal yang berada digaris liminal,jeprut tidak termasuk kedalam wilayah
kebudayaan yang dominan .
Kebudayaan
dominan adalah kebudayaan yang terwujud akibat nilai atau norma yang menjadi
pedoman bertingkah laku . kebudayaan dominan seperti apa yang menjadi sasaran
jeprut ? Yakni kebudayaan dominan seperti yang terbentuk akibat
kebijakan-kebijakan orang yag berkuasa dalam masa orde baru .
Pada
masa orde baru jeprut lebih banyak hadir diruang-ruang terbuka atau
publik,seperti pasar,pusat-pusat keramaian,jalan atau alun-alun . Jeprut serupa
itu seolah-olah ingin mengiteruksi keseharian yang sedang berjalan .
Jadi
, dalam jeprut orang bisa melihat kemungkinan lain dari kehidupan seperti yang
digariskan oleh kebudayaan dominan . Interuksi merupakan salah satu strategi
agar orang-orang bisa menyadari hal tersebut .
Peristiwa
jeprut dianggap aneh ,’gila’ atau ‘obnormal’ karena ia mengasingkan hal-hal
yang telah biasa . Sebagai kebudayaan dominan , Orde baru selalu mengharapkan
suatu keharmonisan atau keteraturan didalam kehidupan .
Pada
masa Orde baru peristiwa pembredelan terhadap karya seni sering terjadi,
terutama terhadap karya-karya yang secara frontal menentang kekuasaan .
Kehadiran
jeprut tampaknya bisa pula dilihat dari sisi itu . Artinya,karena begitu
kuatnya penyensoran yang dilakukan oleh kekuasaan , para seniman Bandung ,
berusaha mencari bentuk pengucapan yang relatif berbeda dari sebelumnya , agar
bisa lepas dari pembredelan .
Arah
perlawanan jeprut
Perlawanan
Eksternal
Jeprut
memiliki dua arah perlawanan , yaitu perlawanan bersifat eksternal dan internal
. Istilah eksternal yang dimaksudkan disini adalah kondisi sosial-politik yang
berada diluar kehidupan kesenian secara langsung .
Seiring
dengan perkembangan politik Orde baru , setidaknya ada 3 tahap yang menunjukkan
ciri yang relatif berbeda pada setiap tahap dalam mengekspresikan perlawanan
terhadap kondisi eksternal tersebut . Tahap pertama merupakan tahap awal
pembetukan yakni saat jenis pertunjukan ini belum diberi istilah jeprut , Tahap
kedua adalah tahap setelah diberi istilah jeprut , dan tahap ketiga adalah saat
istilah itu disandingkan dengan performance art .
Perlawanan
internal
Perlawanan
internal adalah perlawanan terhadap kehidupan kesenian itu sendiri . Ada 3
titik yang menjadi sasaran para seniman jeprut dalam masalah internal ini ,
yaitu masalah pendefinisian seni yang dianggap sewenang-wenang , masalah
komersialisasi seni , dan yang terakhir masalah pendidikan seni .
Apakah
jeprut itu seni atau bukan ? pertanyaan itu selalu terlontar dalam perbincangan
yang tidak formal , tapi nyaris tidak pernah muncul dalam pertemuan yang resmi
. Orang-oramg yang tidak menyukainya cenderung untuk tidak menghadiri
pertunjukkan atau pertemuan jeprut .
Para
penggerak jeprut umumnya tidak percaya terhadap pendefinisian yang formal,sebab
mereka tidak yakin bahwa pendefinisian itu ditarik secara obyektif. Jadi,dalam
pandangan para jepruter , sesuatu dianggap ‘seni’ atau ‘bukan seni’ tergantung
kepada siapa yang mengatakan , dan sedang dalam posisi apa ketika ia mengatakan
hal itu .
Penutup
: tiga otoritas pendefinisi seni
Kehadiran
jeprut sebagai gerakan perlawanan menimbulkan persoalan yang cukup urgen untuk
direnungkan , yakni bahwa pendefinisian secara intrinsik , seperti apa itu
karya seni , tidak bisa lepas dari persoalan ekstrinsik , atau kepentingan
orang yang sedang membuat definisi .
Seni
secara instrinsik mungkin bisa didefinisikan secara beragam , tergantung siapa
yang mendefinisikannya . Namun bila dilihat secara ekstrinsik , tampak terlihat
bahwa ada 3 pihak yang dianggap memiliki otoritas yang bisa menjadikan sesuatu
menjadi karya seni dan yang lainnya bukan seni .
Referensi
Ades, D.1983
‘Dada and Surrealism ‘ , dalam N. Stangos
( peny ) Concepts of Modern Art. London: Thames and Hudson. Hlm.
110-137
Carlson, M.1996
Performance: Critical Introduction. London: Routledge.
Dillistone, F.W.2002
The Power of Symbols (Daya Kekuatan Simbol) (Ter.j.A. Widyamartaya).
Yogyakarta: Kanisius
KOMENTAR
KELOMPOK :
Dari
artikel di atas, kami menyimpulkan bahwa kesenian Jeprut adalah suatu yang
menggambarkan tentang semangat para seniman bandung yang menyuarakan suara
rakyat karena perlakuan tidak adil dari pemerintah terhadap rakyat dan para
seniman sehingga muncullah hegemoni kekuasaan. Jeprut menggambarkan tentang
perilaku seniman yang dianggap gila dan tidak wajar dengan menggunakan baik
kostum maupun artribrut aneh lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar